
Diambang Sanksi, Jika Bantah Keputusan Exco PSSI PBFC, Persib dan Bali United Disorot
Manajer Pusamania Borneo FC, Aidil Fitri, mempertanyakan keputusan penghentian liga dan berkata bahwa klub menjadi pihak yang dirugikan dalam perseteruan antara Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dengan PSSI.
"Uang kami ke mana jika kompetisi dihentikan? PT Liga, PSSI, dan Kemenpora harus bertanggung jawab soal penghentian kompetisi. Jika 2015 tidak bergulir, maka klub dirugikan," ujar Aidil Fitri di Kantor Kemenpora kepada CNN Indonesia.
Aidil juga menambahkan bahwa kerugian klub sudah mencapai miliaran rupiah dari bulan Januari hingga Mei 2015. Sebelumnya, pada Sabtu (2/5) rapat Komite Eksekutif PSSI memutuskan bahwa seluruh kompetisi di Indonesia dihentikan, baik di Liga Super Indonesia maupun Divisi Utama. Mewakili pengurus klub Pusamania, Aidil berkunjung ke kantor Menpora Imam Nahrawi untuk meminta ketegasan bahwa perangkat pertandingan harus dijalankan.
"Klub-klub minta kompetisi diputar, Kami keberatan karena penguasaan modal (PT Liga) 90 persen dari klub," kata Aidil sembari mengatakan bahwa ia belum menerima surat undangan penghentian liga. Aidil juga berkata bahwa PBFC keberatan dengan keputusan dari PSSI tersebut.
Dilain pihak, Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti mengungkapkan bahwa semua klub masih solid di bawah kendalinya. Meski kepengurusannya tidak diakui oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Nyalla tetap optimistis tidak ada klub yang mau membangkang, apalagi sampai mengikuti kompetisi lain di luar kendali otoritas tertinggi sepak bola Tanah Air itu.
Sampai saat ini kami masih solid, dan saya pastikan tidak ada satu pun klub yang mau membangkang," kata Nyalla, kemarin (5/5). "Semua klub ini sudah dewasa, mereka pernah merasakan pengalaman pahit setelah mengikuti kompetisi ilegal beberapa tahun lalu, karena saat itu yang rugi adalah klub-klub itu sendiri," timpalnya.
Sementara itu, wacana pembangkangan yang diembuskan oleh sejumlah klub untuk melanjutkan kompetisi, ditanggapi dingin oleh anggota Executive Committee (Exco) PSSI. Mereka menilai klub-klub sudah mengetahui konsekuensinya bila melanggar keputusan tertinggi yang telah diambil oleh federasi sepak bola nasional itu.
"Kami pikir klub-klub sudah tahu, konsekuensi apa yang akan mereka hadapi bila melanjutkan kompetisi selain berada langsung di bawah kendali PSSI. Karena ada yurisdiksi hukum di internal organisasi yang sudah mengatur tentang itu," kata salah satu anggota Exco PSSI Gusti Randa kepada Jawa Pos, kemarin (5/5).
Menurutnya, seharusnya klub-klub paham dengan keputusan Exco PSSI untuk menghentikan kompetisi lantaran tidak mendapat support dari negara. Karena, kata Gusti, sejatinya keputusan tersebut adalah salah satu langkah strategis untuk menyelamatkan klub-klub dari kerugian yang lebih besar.
Sebab, lanjut Gusti, bila kompetisi terus dilanjutkan tanpa ada kepastian izin keramaian dari pihak kepolisian, maka itu sama dengan membebani klub untuk menanggung kebutuhan pemain. "Kami tahu klub akan merugi dengan keputusan kami ini, begitu juga pemain. Tapi, bagi kami keputusan penghentian kompetisi ini sebenarnya berdampak baik bagi klub," ucapnya.
Bahkan, pria yang juga seorang aktor itu menambahkan bahwa sebelum mengambil keputusan penghentian seluruh kompetisi sepak bola Tanah Air itu, mereka sudah lebih dulu melakukan segala upaya agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bisa melunak. Jadi, selama ini kami tidak hanya diam saja," tegasnya.
Nah, dengan adanya pemberhentian seluruh kompetisi tersebut, Gusti mengungkapkan bila ada kompetisi sepak bola lain yang akan di kemudian hari, maka itu adalah kompetisi ilegal. "Intinya, kami tidak mau kejadian perpecahan kompetisi di tahun 2011 terulang lagi. Karena akan membuat sepak bola negeri ini semakin gaduh," ucapnya.
Seperti yang diketahui, sejumlah klub mulai menunjukkan signal resistensi kepada keputusan Exco PSSI yang menghentikan semua kompetisi. Klub-klub yang berani tersebut adalah Pusamania Borneo FC, Persib Bandung, dan Bali United Pusam FC. Mereka sebelumnya menyatakan kemungkinan menerima tawaran ikut dalam kompetisi di bawa kendali Tim Transisi yang dibentuk Kemenpora
"Uang kami ke mana jika kompetisi dihentikan? PT Liga, PSSI, dan Kemenpora harus bertanggung jawab soal penghentian kompetisi. Jika 2015 tidak bergulir, maka klub dirugikan," ujar Aidil Fitri di Kantor Kemenpora kepada CNN Indonesia.
Aidil juga menambahkan bahwa kerugian klub sudah mencapai miliaran rupiah dari bulan Januari hingga Mei 2015. Sebelumnya, pada Sabtu (2/5) rapat Komite Eksekutif PSSI memutuskan bahwa seluruh kompetisi di Indonesia dihentikan, baik di Liga Super Indonesia maupun Divisi Utama. Mewakili pengurus klub Pusamania, Aidil berkunjung ke kantor Menpora Imam Nahrawi untuk meminta ketegasan bahwa perangkat pertandingan harus dijalankan.
"Klub-klub minta kompetisi diputar, Kami keberatan karena penguasaan modal (PT Liga) 90 persen dari klub," kata Aidil sembari mengatakan bahwa ia belum menerima surat undangan penghentian liga. Aidil juga berkata bahwa PBFC keberatan dengan keputusan dari PSSI tersebut.
Dilain pihak, Ketua Umum PSSI La Nyalla Mattalitti mengungkapkan bahwa semua klub masih solid di bawah kendalinya. Meski kepengurusannya tidak diakui oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Nyalla tetap optimistis tidak ada klub yang mau membangkang, apalagi sampai mengikuti kompetisi lain di luar kendali otoritas tertinggi sepak bola Tanah Air itu.
Sampai saat ini kami masih solid, dan saya pastikan tidak ada satu pun klub yang mau membangkang," kata Nyalla, kemarin (5/5). "Semua klub ini sudah dewasa, mereka pernah merasakan pengalaman pahit setelah mengikuti kompetisi ilegal beberapa tahun lalu, karena saat itu yang rugi adalah klub-klub itu sendiri," timpalnya.
Sementara itu, wacana pembangkangan yang diembuskan oleh sejumlah klub untuk melanjutkan kompetisi, ditanggapi dingin oleh anggota Executive Committee (Exco) PSSI. Mereka menilai klub-klub sudah mengetahui konsekuensinya bila melanggar keputusan tertinggi yang telah diambil oleh federasi sepak bola nasional itu.
"Kami pikir klub-klub sudah tahu, konsekuensi apa yang akan mereka hadapi bila melanjutkan kompetisi selain berada langsung di bawah kendali PSSI. Karena ada yurisdiksi hukum di internal organisasi yang sudah mengatur tentang itu," kata salah satu anggota Exco PSSI Gusti Randa kepada Jawa Pos, kemarin (5/5).
Menurutnya, seharusnya klub-klub paham dengan keputusan Exco PSSI untuk menghentikan kompetisi lantaran tidak mendapat support dari negara. Karena, kata Gusti, sejatinya keputusan tersebut adalah salah satu langkah strategis untuk menyelamatkan klub-klub dari kerugian yang lebih besar.
Sebab, lanjut Gusti, bila kompetisi terus dilanjutkan tanpa ada kepastian izin keramaian dari pihak kepolisian, maka itu sama dengan membebani klub untuk menanggung kebutuhan pemain. "Kami tahu klub akan merugi dengan keputusan kami ini, begitu juga pemain. Tapi, bagi kami keputusan penghentian kompetisi ini sebenarnya berdampak baik bagi klub," ucapnya.
Bahkan, pria yang juga seorang aktor itu menambahkan bahwa sebelum mengambil keputusan penghentian seluruh kompetisi sepak bola Tanah Air itu, mereka sudah lebih dulu melakukan segala upaya agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bisa melunak. Jadi, selama ini kami tidak hanya diam saja," tegasnya.
Nah, dengan adanya pemberhentian seluruh kompetisi tersebut, Gusti mengungkapkan bila ada kompetisi sepak bola lain yang akan di kemudian hari, maka itu adalah kompetisi ilegal. "Intinya, kami tidak mau kejadian perpecahan kompetisi di tahun 2011 terulang lagi. Karena akan membuat sepak bola negeri ini semakin gaduh," ucapnya.
Seperti yang diketahui, sejumlah klub mulai menunjukkan signal resistensi kepada keputusan Exco PSSI yang menghentikan semua kompetisi. Klub-klub yang berani tersebut adalah Pusamania Borneo FC, Persib Bandung, dan Bali United Pusam FC. Mereka sebelumnya menyatakan kemungkinan menerima tawaran ikut dalam kompetisi di bawa kendali Tim Transisi yang dibentuk Kemenpora