Hendra Susilo Berawal dari Sarung Tangan Seharga Rp30 Ribu

Hendra Susilo merupakan kiper anyar yang dimiliki Pusamania Borneo Football Club (PBFC). Karirnya sebagai penjaga gawang bisa dibilang cemerlang, diusia yang baru 21 tahun dia sudah mengenyam kompetisi tertinggi sepakbola Indonesia selama dua tahun terakhir, bersama timnya dulu Mitra Kukar.


Prestasi membanggakan serta merupakan putra kelahiran Samarinda membuat PBFC tertarik dan langsung menyodorkan kontrak kerja selama tiga musim kepadanya. Dia digadang menjadi aset berharga yang dimiliki tim berjuluk Pesut Etam.


Hendra, begitu dia disapa, adalah putra pasangan Kusno Riyanto dan Suminah. Menjadi pemain sepakbola profesional memang menjadi cita-cita bocah yang dulu memulai karir berlatih di Sekolah Sepak Bola (SSB) Pratama Yudha ini.


Namun, untuk mewujudkan mimpi itu, anak kedua dari dua bersaudara ini harus melewati jalan panjang dan perjuangan ekstra keras. Remaja kelahiran Samarinda 25 Juli 1993 ini, hidup dalam keluarga yang cukup sederhana. Sang ayah yang seorang pekerja bangunan dan Ibu berjualan sayur keliling, penghasilan hanya mampu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga.


Dia ingat betul sepatu bola pertama dia dapat pemberian dari ayah, yang bekerja bangunan untuk membeli sepasang sepatu sepakbola. Jangankan sepatu, keinginan untuk memiliki sarung tangan menjadi masalah berat baginya. Untuk menyenangkan Hendra, sang ibu pun mengobrak- abrik pasar dekat rumah mereka, untuk mencari sarung tangan murah.


Ia akhirnya berhasil mendapatkan seharga hanya Rp 30 ribu. Tapi siapa sangka, justru "sarung tangan murahan" itulah yang menjadi awal cerita Hendra tampil bersama tim-tim elit tanah air. Hendra sadar betul kondisi ekonomi keluarganya. Namun demikian dia tak pernah merasa malu dan rendah diri. Semua kondisi itu malah dia jadikan bahan bakar untuk meraih mimpi.


Bahkan saat ini, dia masih membantu orang tua berjualan sayur. Setiap pagi-pagi buta, pukul tiga subuh, dia keluar dari mess pemain, menuju rumah orang tuanya di Sempaja untuk mengantar Ibu pergi ke pasar Segiri membeli sayur kemudian dijual kembali. Usai mengantar barulah pada pagi harinya dia mengganti pakaian menjadi pemain bola untuk berlatih bersama rekan-rekannya yang lain. Hal itu terus dilakukan setiap hari hingga saat ini.


Sang Ibu sudah berjualan sayur sejak Hendra masih kelas 3 SD. Dulu, setiap hari keliling komplek menjajakan dagangan memakai gerobak, kini telah berganti memakai sepeda motor yang didesain khusus untuk berjualan. Disela-sela waktu luang, Hendra menyempatkan melatih Kiper di SSB Pratama Yudha tanpa menerima bayaran. Hal itu sebagai bentuk balas budi karena dulu dia ikut SSB juga tidak membayar.