
Kerap Dirugikan Kandang Tandang Pelatih Borneo FC Kecewa Wasit Tak Jujur
Kekalahan 1-2 yang dialami Borneo FC dari tuan rumah Bhayangkara FC dua hari lalu menyisakan duka mendalam bagi kebobrokan sepak bola Tanah Air. Terutama bagi kepemimpinan wasit yang dinilai amat menguntungkan tuan rumah.
Kejadian kontroversial pertama ialah disahkannya gol Ilija Spasojevic menit ke-61 setelah menyambut umpan Firly Apriansyah. Ditilik dari rekaman ulang, posisinya membelakangi pemain bertahan Borneo FC ketika diberi umpan. Namun hakim garis tidak menganggap sebagai offside.
Protes keras langsung dilakukan pemain Borneo FC yang merasa dizalimi. Salah satunya Wahyudi "Tole" Hamisi. Dia langsung mendatangi hakim garis dan mencoba melakukan komunikasi. "Bapak tidak lihat itu tiga orang sudah posisi offside," ujar Tole kepada hakim garis. "Engga kok. Cuma dua," tambah Tole menirukan balasan pembicaraan dari hakim garis.
Jika hakim garis menganggap dua orang offside, lantas mengapa mengabsahkan gol Bhayangkara FC. Padahal sesuai aturan, satu orang saja yang terjebak offside meski mencetak gol mesti dianulir. "Saya kecewa dan marah dengan keputusan wasit seperti itu. Kenapa tidak jujur?" keluhnya.
Protes yang tidak digubris akhirnya tetap membiarkan laga kembali berlanjut. Di sisa waktu jelang kemenangan tuan rumah, Borneo FC sempat menyamakan kedudukan menit ke-82 lewat Shane Smeltz meneruskan umpan Terens Puhiri.
Beberapa menit jelang bubaran, wasit Aprisman Aranda kembali memberikan putusan kontroversial. Duel bola atas antara Diego Michiels dan Ilija Spasojevic yang sama-sama tidak mengenai kepala. Bola yang melayang deras mmalah dianggap handball. Sontak, protes keras kembali dilayangkan seluruh pemain.
Sayang, komplain tak digubris. Hadiah penalti berhasil dieksekusi Otavio Dutra dengan bersih. Kekalahan Pesut Etam diperparah dengan diusirnya Diego dari lapangan. Eks Mitra Kukar itu dengan keras menendang Spasojevic dari belakang.
Tidak hanya Tole, pelatih Iwan Setiawan turut mengecam sikap pengadil yang lalai menjalankan tugas dengan baik. Bahkan amat menyedihkan karena timnya harus jadi korban kekalahan yang harusnya bisa dihindari. "Kalau di luar negeri, wasit yang pimpin laga pasti dipenjara. Jauh dari kata baik," pungkas Iwan.
Kejadian kontroversial pertama ialah disahkannya gol Ilija Spasojevic menit ke-61 setelah menyambut umpan Firly Apriansyah. Ditilik dari rekaman ulang, posisinya membelakangi pemain bertahan Borneo FC ketika diberi umpan. Namun hakim garis tidak menganggap sebagai offside.
Protes keras langsung dilakukan pemain Borneo FC yang merasa dizalimi. Salah satunya Wahyudi "Tole" Hamisi. Dia langsung mendatangi hakim garis dan mencoba melakukan komunikasi. "Bapak tidak lihat itu tiga orang sudah posisi offside," ujar Tole kepada hakim garis. "Engga kok. Cuma dua," tambah Tole menirukan balasan pembicaraan dari hakim garis.
Jika hakim garis menganggap dua orang offside, lantas mengapa mengabsahkan gol Bhayangkara FC. Padahal sesuai aturan, satu orang saja yang terjebak offside meski mencetak gol mesti dianulir. "Saya kecewa dan marah dengan keputusan wasit seperti itu. Kenapa tidak jujur?" keluhnya.
Protes yang tidak digubris akhirnya tetap membiarkan laga kembali berlanjut. Di sisa waktu jelang kemenangan tuan rumah, Borneo FC sempat menyamakan kedudukan menit ke-82 lewat Shane Smeltz meneruskan umpan Terens Puhiri.
Beberapa menit jelang bubaran, wasit Aprisman Aranda kembali memberikan putusan kontroversial. Duel bola atas antara Diego Michiels dan Ilija Spasojevic yang sama-sama tidak mengenai kepala. Bola yang melayang deras mmalah dianggap handball. Sontak, protes keras kembali dilayangkan seluruh pemain.
Sayang, komplain tak digubris. Hadiah penalti berhasil dieksekusi Otavio Dutra dengan bersih. Kekalahan Pesut Etam diperparah dengan diusirnya Diego dari lapangan. Eks Mitra Kukar itu dengan keras menendang Spasojevic dari belakang.
Tidak hanya Tole, pelatih Iwan Setiawan turut mengecam sikap pengadil yang lalai menjalankan tugas dengan baik. Bahkan amat menyedihkan karena timnya harus jadi korban kekalahan yang harusnya bisa dihindari. "Kalau di luar negeri, wasit yang pimpin laga pasti dipenjara. Jauh dari kata baik," pungkas Iwan.